,

Iklan

Setelah Ketua DPRK Aceh Utara Bersuara, Semua Tenaga Non ASN di Lhokseumawe Telah Diusulkan ke KemenPAN-RB

Wartapos
23 Des 2025, 18:22 WIB Last Updated 2025-12-23T11:22:34Z
Foto:  Kepala (BPKSM) Kota Lhokseumawe, Irsyadi, SSTP, (Kiri) dan Ketua DPRK Aceh Utara, Arafat, SE, MM (Kanan). 

Lhokseumawe – Kepala Badan Pengelola Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BPKSM) Kota Lhokseumawe, Irsyadi, SSTP, menegaskan bahwa seluruh tenaga non Aparatur Sipil Negara (ASN) atau tenaga sukarela yang sebelumnya melakukan audiensi dengan Wali Kota Lhokseumawe telah diusulkan seluruhnya ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) untuk mendapatkan Surat Keputusan (SK) sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).


Irsyadi menyebutkan, jumlah tenaga non ASN yang diusulkan mencapai 218 orang, terdiri dari berbagai formasi, mulai dari tenaga teknis, tenaga pendidik (guru), hingga tenaga kesehatan. Seluruh nama tersebut telah disampaikan secara resmi ke kementerian dalam beberapa hari lalu.


“Semua tenaga non ASN yang melakukan audiensi beberapa bulan lalu dengan Wali Kota Lhokseumawe telah kita usulkan seluruhnya, total 218 orang. Tidak ada yang kita tinggalkan dan prioritaskan,” kata Irsyadi, Selasa (23/12/2025).


Menurut Irsyadi, pengusulan tersebut merupakan kebijakan langsung Wali Kota Lhokseumawe, Dr. Sayuti Abu Bakar, dengan mempertimbangkan regulasi nasional yang mengatur penghapusan tenaga honorer di lingkungan pemerintahan.


Ia menjelaskan, mulai tahun 2026 tidak lagi diperkenankan adanya tenaga non ASN, honor, atau sukarela yang bekerja di lingkungan pemerintah daerah jika belum berstatus ASN atau PPPK.


“Ini adalah bentuk tanggung jawab pemerintah kota. Semua tenaga bakti, honor, maupun sukarela kita usulkan, karena ke depan tidak ada lagi ruang bagi tenaga non ASN di instansi pemerintah,” jelasnya.


Irsyadi juga menyinggung regulasi dari KemenPAN-RB yang sebelumnya menetapkan bahwa sejak 2024 tidak boleh lagi ada penerbitan SK tenaga non ASN. Namun, aturan tersebut kemudian mengalami penyesuaian dengan memberikan masa transisi hingga tahun 2025.


“Dengan adanya perpanjangan waktu itu, pemerintah kota mengambil langkah cepat agar seluruh tenaga yang selama ini mengabdi tetap memiliki kepastian status,” tambahnya.


Terkait polemik domisili yang sempat viral beberapa waktu lalu, Irsyadi menegaskan bahwa pengusulan 218 nama tersebut tidak memiliki kaitan dengan isu KTP, domisili, kepentingan politik, maupun intervensi pihak luar.



“Ini murni kebijakan wali kota, melalui proses koordinasi dan pertimbangan yang matang. Tidak ada tekanan, tidak ada titipan, dan tidak ada kaitan dengan polemik domisili yang sempat berkembang,” tegas Irsyadi.



Saat disinggung mengenai kritik keras dari salah satu politisi di parlemen Aceh Utara terkait pernyataan Wali Kota Lhokseumawe yang sempat menyebut prioritas berdasarkan domisili, Irsyadi kembali menegaskan bahwa hal tersebut tidak mempengaruhi proses pengusulan PPPK.


“Pengusulan ini berdiri sendiri. Kita bekerja sesuai aturan dan kebijakan kepala daerah. Tidak ada intervensi dari siapa pun,” ujarnya.

Sebelumnya, polemik domisili mencuat ke publik setelah Ketua DPRK Aceh Utara, Arafat, mengkritisi pernyataan Wali Kota Lhokseumawe, Sayuti Abubakar, yang menyebut akan memprioritaskan tenaga kesehatan ber-KTP Kota Lhokseumawe untuk didaftarkan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN).


Pernyataan tersebut disampaikan Sayuti saat ratusan tenaga kesehatan mendatangi Kantor Wali Kota Lhokseumawe pada Rabu, 19 November 2025, menuntut agar nama mereka didaftarkan ke BKN guna memperoleh surat keterangan kerja.


Arafat menilai pernyataan tersebut tendensius dan berpotensi memicu kegaduhan, serta tidak mencerminkan kebijakan yang berkeadilan. Ia mengingatkan bahwa Kota Lhokseumawe memiliki hubungan historis dan sosial yang tidak terpisahkan dari Kabupaten Aceh Utara.


“Lhokseumawe lahir dari rahim Aceh Utara. Banyak tenaga kesehatan dari Aceh Utara yang telah mengabdi bertahun-tahun di kota ini. Pernyataan yang membatasi berdasarkan KTP sangat berpotensi merusak hubungan sosial,” ujar Arafat.


Arafat juga menegaskan bahwa banyak tenaga honor di Aceh Utara yang berdomisili atau ber-KTP Lhokseumawe telah diangkat menjadi PPPK maupun PNS, dan hal tersebut tidak pernah menjadi persoalan.



“Secara birokrasi boleh berbeda, tapi secara geografis dan kehidupan sosial, Aceh Utara dan Lhokseumawe tidak bisa dipisahkan,” katanya.


Menutup keterangannya, Arafat meminta seluruh pemangku kepentingan untuk menahan diri, menghindari provokasi, serta mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan lainnya.


“Lhokseumawe dan Aceh Utara itu ibarat saudara kandung. Kepemimpinan seharusnya merawat persaudaraan, bukan meretakkannya,” pungkasnya.(*)

Iklan