![]() |
(Foto: ilustrasi, doc.int) |
LHOKSEUMAWE - Biaya pemeliharaan kendaraan di Sekretariat Daerah Kota (Sekdako) Lhokseumawe dilaporkan mencapai ratusan juta rupiah. Data yang diperoleh menunjukkan adanya pembelanjaan yang mencurigakan, di mana anggaran tersebut tampak dicincang menjadi beberapa paket dengan judul yang sama. Pembagian anggaran ini diduga menjadi modus untuk mengaburkan pengeluaran yang tidak sejalan dengan prinsip akuntabilitas publik.
Anggaran yang dicatat di antaranya adalah:
Belanja Sewa Kendaraan Bermotor Penumpang: Rp 264.000.000
Belanja Pemeliharaan Kendaraan Dinas: Rp 54.000.000
Belanja Pemeliharaan Kendaraan Dinas : Rp 30.000.000
Belanja Pemeliharaan Kendaraan Dinas: Rp 30.000.000
Belanja Pemeliharaan Kendaraan Dinas: Rp 30.000.000
Belanja Pemeliharaan Kendaraan Dinas: Rp 20.000.000
Belanja Pemeliharaan Kendaraan Dinas: Rp 53.766.000
Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa belanja pemeliharaan kendaraan dinas ini dilakukan dengan sistem pengebonan di salah satu toko di Lhokseumawe. Setelah proses pemeliharaan selesai, baru dilakukan pembayaran melalui proses pengamprahan.
Tidak hanya itu, diduga terdapat kendaraan yang diperbaiki namun diduga bukan merupakan kendaraan dinas Sekdako. Kendaraan-kendaraan ini diduga milik pribadi atau pihak lain yang tidak terkait dengan tanggung jawab Sekdako Lhokseumawe. Hal ini menjadi tanda tanya besar tentang transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran.
Seorang sumber mengungkapkan adanya upaya dugaan mengelabui administrasi untuk mempertanggungjawabkan laporan pertanggungjawaban (LPJ) perbaikan kendaraan yang tidak masuk dalam daftar kendaraan dinas resmi. Praktik ini sangat berpotensi melanggar ketentuan pengelolaan keuangan negara dan mengindikasikan adanya penyimpangan anggaran.
Kepala Bagian Umum Sekdako Lhokseumawe, Ridha, Selasa 01 Oktober 2024, saat dihubungi untuk dimintai keterangan terkait dugaan penyimpangan ini, tidak memberikan jawaban. Beberapa kali media mencoba menghubungi melalui telepon seluler, namun tidak direspons. Pesan konfirmasi yang dikirimkan melalui aplikasi WhatsApp juga tidak dibalas.
Berbagai upaya konfirmasi dilakukan oleh media ini, namun hingga berita ini ditulis, belum ada jawaban resmi dari pihak Kabag Umum Sekdako Lhokseumawe mengenai penggunaan anggaran ratusan juta tersebut. Sikap Ridha yang memilih bungkam memunculkan dugaan bahwa ia ingin menghindari klarifikasi atas dugaan penyimpangan anggaran tersebut.
Transparansi dan akuntabilitas menjadi prinsip utama dalam pengelolaan anggaran pemerintah. Namun, ketika seorang pejabat publik memilih untuk diam dan tidak memberikan penjelasan, hal ini justru semakin memperkuat kecurigaan masyarakat. Rakyat memiliki hak untuk mengetahui bagaimana uang mereka digunakan. Pemerintah, sebagai pelayan masyarakat, seharusnya membuka akses informasi seluas-luasnya agar tidak timbul spekulasi negatif dan dugaan adanya praktik korupsi.
Dugaan penyimpangan anggaran ini harus menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum dan auditor pemerintah. Pemkot Lhokseumawe juga harus bertindak tegas dengan melakukan audit internal dan memberikan klarifikasi kepada publik untuk menjaga integritas pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.(*)