,

Iklan

Miliaran Rupiah Tersedot untuk BBM dan Suku Cadang, Sampah Tetap Berserakan di Aceh Utara

Wartapos
5 Mei 2025, 15:35 WIB Last Updated 2025-05-05T08:36:45Z

 

Foto: Kondisi Sampah yang bertumpuk Di Sepanjang Jalan sudah mengeluarkan aroma bau menyengat yang menganggu warga sekita dan pengguna jalan.(doc.Warga).


Aceh Utara – Persoalan sampah di Kabupaten Aceh Utara kian menjadi-jadi. Meski setiap tahunnya anggaran miliaran rupiah dikucurkan untuk operasional pengelolaan sampah, pemandangan tumpukan sampah yang berserakan di pinggir jalan masih menjadi keluhan warga. Kritik publik pun terus bermunculan, mempertanyakan kinerja Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Aceh Utara.


Hampir setiap minggu, warga dari berbagai kecamatan menyuarakan keluhan terhadap pengelolaan sampah yang dianggap amburadul. Baru-baru ini, beredar luas di sejumlah grup WhatsApp foto tumpukan sampah memanjang di sepanjang jalan menuju Keude Blang Jruen Simpang Rangkaya. Dalam gambar itu disisipkan keterangan: “Sampah menumpuk, warga minta pemerintah bertindak.”


Keluhan ini bukan hal baru. Dalam dua tahun terakhir, persoalan sampah menjadi isu lingkungan yang belum terselesaikan di Aceh Utara. Padahal, DLHK Aceh Utara mengelola anggaran yang tidak sedikit. Berdasarkan hasil penelusuran media ini, pada tahun 2024 saja, dana sebesar Rp1,8 miliar dialokasikan hanya untuk belanja bahan bakar dan pelumas kendaraan operasional pengangkut sampah. Ditambah lagi, anggaran sebesar Rp450 juta disediakan untuk pembelian suku cadang kendaraan truk sampah dan kendaraan operasional lainnya.


Memasuki tahun 2025, angka ini nyaris tak berubah signifikan. DLHK Aceh Utara tetap menganggarkan Rp1,7 miliar untuk bahan bakar dan pelumas, serta Rp455 juta lebih untuk pengadaan suku cadang kendaraan. Namun kenyataannya, tumpukan sampah masih menghiasi banyak sudut kota dan desa, seolah tak tersentuh upaya penanganan yang serius.


Ketika media ini berupaya mengkonfirmasi kinerja DLHK, Kepala Dinas, Saifullah, yang sebelumnya menjabat setelah dirotasi dari jabatan Kepala Perpustakaan, justru memilih bungkam. Pesan konfirmasi via WhatsApp tak dijawab tuntas. Ia hanya menyarankan agar wartawan menghubungi Kepala Bidang Kebersihan, Wahyu.


Hubungi Bapak Kabid ya biar jelas, saya lagi mau rapat dengan Bapak Bupati,” tulis Saifullah singkat, sembari mengirim nomor kontak Wahyu.


Namun saat dihubungi, Wahyu pun mengaku tengah dalam perjalanan menuju Lhoksukon karena ada rapat mendadak. Tidak ada penjelasan berarti terkait besarnya anggaran yang sudah terserap maupun langkah nyata untuk mengatasi krisis sampah yang kian meluas.


Alih-alih memberi penjelasan komprehensif, sikap pejabat DLHK ini justru menunjukkan ketidaksiapan dan minimnya penguasaan terhadap persoalan mendasar yang sudah meresahkan masyarakat luas. Tak sedikit kalangan menilai bahwa Saifullah belum memahami secara teknis dan struktural pengelolaan sampah, termasuk rincian pagu anggaran yang berada di bawah tanggung jawabnya.


Kekurangan Armada atau Salah Kelola?


Sebelumnya, DLHK sempat berdalih bahwa terbatasnya armada menjadi penyebab utama buruknya pelayanan angkutan sampah. Namun argumen ini tak sepenuhnya dapat diterima publik, mengingat alokasi anggaran besar yang tersedia tiap tahun seharusnya memungkinkan perawatan dan optimalisasi armada.


Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dibawah pimpinan Bupati Ismail A.jalil Ayahwa- Tarmizi Panyang dengan slogan aceh utara bangkit dinilai masih gagal menunjukkan komitmen nyata, salah satunya dalam mengatasi krisis sampah.


Janji-janji aceh utara ingin dibawa kepada yang lebih baik  dalam, hingga kini belum terwujud. karena hajatan itu masih ada dampak buruk sampah tidak hanya pada estetika lingkungan, tetapi juga berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat.


Dalam sebuah wawancara dengan warga Keude Blang Jruen, seorang pedagang pasar menyebutkan bahwa bau busuk dan lalat dari tumpukan sampah sudah sangat mengganggu aktivitas jual beli.


“Kami bayar retribusi sampah tiap bulan, tapi nyatanya sampah tidak diangkut rutin. Kadang sampai berhari-hari menumpuk. Kalau hujan, airnya mengalir ke warung kami, bau sekali,” keluhnya.


Upaya konfirmasi yang berhasil tersambung terakhir melalui panggilan seluler dengan kabid kebersihan wahyu, ia mengaku persoalan sampah di kecamatan tanah luas saat ini tidak terakomodir karena setiap hari di lokasi itu volume sampah semakin bertambah, sementara armada untuk mengangkut sampah hanya satu unit dan dalam sehari hanya satu rute operasional yang tersedia.


"Dari 27 kecamatan di aceh Utara, kami hanya menangani 25 kecamatan, sementara dua kecamatan lagi  Geuredong Pasee dan Langkahan tidak ada armada dan biaya operasional. karena sampah yang tercecer di jalan blang jruen tersebut itu sampah yang di campak oleh pedagang dari Sp Rangkaya" terangnya.


Ia menyebutkan, bahwa retribusi yang dikutip perbulan di blang jruen hanya 70 pintu. sedangkan di Sp rangkaya dipastikan tidak ada pengutipan. Biaya pengutipan itu perbulan hanya Rp 15.000. dan biaya tersebut semua disetor ke kas daerah."tutupnya.(*)

Iklan